Situ Sarkanjut, Sejarah Hingga Mitos Jadi Keberuntungan Milik Para Lelaki

Doc.Ig@harisnesia

Istimewa.in |
Garut merupakan salah satu Kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat dengan Ibu Kota bernama Tarogong Kidul. Daerah yang terkenal dengan makanan dodol khas Garut, objek wisata yang ditawarkan Garut juga tak kalah menarik untuk di jelajahi, tetapi ada satu kawasan wisata alam mungkin terbilang nyeleneh.

Situ Sarkanjut, begitulah warga, Desa Dungusiku, Kecamatan Leuwigoong, Garut, Jawa Barat, biasa menyebut tempat yang satu ini.

Kanjut nama yang diambil bahasa sunda, berarti penis atau alat kelamin pria yang identik dengan kejantanan. Demikian nama situ atau danau yang satu ini, konon erat hubungannya dengan keberuntungan yang disebabkan salah satu barang milik bangsa Adam itu.

Keturunan ke delapan pemuka adat yang masih hidup Aki Ohon (100) yang berada di kampung Dungusiku mengatakan, sejak dulu keberadaan kampung dungusiku identik dengan kemalasan.

“Dungu itu tidak mendengar, siku itu merupakan sikutan tangan, jadi kalau mau didengar harus disikut dulu,” ujar dia.

Untuk mengingatkan masyarakat di kawasan itu, lanjut dia, mesti menggunakan cara yang keras dengan menggunakan sikut tangan mengenai kepala atau anggota tubuh lainnya, hingga akhirnya sadar, melaksanakan kewajiban.

“Hare-hare wae (atuh tak acuh) jika tidak ada yang mengingatkan, apapun himbauan dan peringatan yang diberikan pemerintah,” kata dia.

Namun seiring bergulirnya waktu, dan meningkatnya kesadaran warga, anggapan itu kini sudah sirna. Warga nampak lebih bersemangat dalam bekerja. “Mereka juga ingin berubah (nasib), salah satunya dengan berusaha,”

Menurutnya keberadaan wisata alam situ Sarkanjut sudah berlangsung lama. Konon terbentuknya situ itu merupakan salah satu permintaan Nabi Adam untuk menjaga pasokan air saat itu.

“Nabi adam bambu hawa, cai budahan, batu masih bareye (Nabi adam pendamping buat Siti Hawa, ada air yang berbuih saat tanah masih lembek),” kata dia mengingat cerita dari leluhurnya tempo dulu.

Tak ayal meskipun debit airnya cukup besar, tidak ditemukan adanya saluran irigasi yang mengalir ke sana.
 
Instagram@santitri.susanti

“Sebagian besar masih menggantungkan sumber air dari pasokan hujan,”

Bahkan saat penjajahan Belanda berlangsung, kawasan wisata alam situ Sarkanjut kerap digunakan para utusan meneer, sebagai salah satu depot pasokan air dalam mengairi pertanian warga sekitar.

“Walaupun tentu diambil dengan alat seadanya, bukan menggunakan jetpam seperti saat ini,” kata pria kelahiran tahu 1919 tersebut.

Untuk menjaga kelestarian lingkungan, masyarakat sekitar selalu menjaga kebersihan situ Sarkanjut, salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan.(Red)